Kamu bisa membaca tulisan ini karena adanya
cahaya. Kamu bisa melihat wajah teman di sampingmu juga karena cahaya, bisa
melihat artis idola kamu, lagi-lagi karena cahaya. Kali ini tokoh utama kita
adalah si "cahaya". Siapa sih yang tidak kenal dengan cahaya.
Hayooo...
Hidup kita memang tidak lepas dari cahaya. Sama
seperti kita tidak mungkin terpisah dengan udara. Orang yang tidak dapat
melihat pun tetap sangat butuh dengan cahaya. benerkan?? Kalau tidak ada cahaya
bagaimana sayuran yang kita makan dapat befotosintesis, kalau tidak dapat
berfotosintesis bagaimana ia dapat menjadi sayur, kalau tidak jadi sayur
bagaimana kita bisa makan, kalau tidak makan bagaimana kita bisa hidup.
nah..terbuktikan ! bagaimana cahaya itu membuat kita sangat membutuhkannya dan
tidak bisa jauh darinya.
ku tak bisa...jauh..jauh..darimu #lagu
okee...kita akan memasuki area seriuss..
Kita akan membahas tentang perkembangan teori Cahaya
Pada abad ke-17, terdapat dua teori yang yang
membahas tentang cahaya, yaitu teori gelombang dan teori partikel.
Pencetus dari teori gelombang adalah Christian Huygens (1629-1695), seorang
ahli fisika dan matematika berkebangsaan Belanda, teori yang diajukannya
mendapat dukungan dari Robert Hooke (1635-1703), beliau ahli fisika
berkebangsaan Inggris. sedangkan teori cahaya sebagai partikel dicetuskan oleh
Sir Isaac Newton (1642-1727) serta didukung oleh P.S Laplace (1749-1827)
seorang ahli matematika berkebangsaan Prancis. Sampai abad ke-17 teori tesebut
tetap diakui karena kedua teori tersebut dapat menjelaskan sifat-sifat dari
cahaya. Selanjutnya terbagi dua kelompok dalam membahas cahaya, penganut teori
gelombang dan penganut teori partikel, hal ini terjadi selama satu abad.
1. Teori partikel
Newton berpendapat bahwa cahaya terdiri atas
partikel-partikel yang sangat kecil dan ringan yang memancar dari sebuah sumber
kesgala arah. berikut beberapa alasan yang mendukung teori tersebut.
a. Teori partikel
menjelaskan bahwa perambatan cahaya berupa garis lurus. Para
penganut teori ini menentang teori gelombang, karena menurut
mereka jika cahaya merupakan gelombang maka semestinya saat bunyi masih
terdengar dibalik penghalan atau dibalik tembok maka cahaya pun seharusnya
masih dapat dilihat, tapi pada kenyataanya, cahaya tidak dapat melewati tembok
atau penghaang tersebut sehingga cahaya tidak dapat kita lihat. Jadi menurut
penganut teori ini, memang cahaya bukanlah gelombang.
b. Adanya
pemantulan cahaya. Ketika cahaya mengenai permukaan yang halus dan rata seperti
cermin maka cahaya itu akan dipantulkan kembali denan sudut yang sama. Dengan
teori partikellah pemantulan cahaya dapat dijelaskan.
c. Selanjutnya
Newton memperkuat teorinya lewat pembiasan cahaya. bahwa kecepatan cahaya di
dalam air lebih cepat dari kecepatan cahaya pada saat melewati udara.
Akan tetapi pendapat tentang pembiasan cahaya
hanya dapat bertahan hingga tahun 1850. Setelah itu, pendapat ini tidak dapat
dipertahankan lagi ketika seorang ahli fisika Prancis, Leon Foucault
(1819-1868) mendemonstrasikan hasil pengukuran kecepatan cahaya lewat berbagai
medium. Beliau mendapatkan bahwa kecepatan cahaya diudara lebih cepat dibanding
kecepatan cahaya dalam medium air. Jadi, setelah terungkapnya masalah ini, maka
teori partikel setelah tahun 1850 mulai banyak ditinggalkan, orang lebih banyak
beralih pada teori gelombang.
2. Teori Gelombang
Christian Huygnes berpendapat bahwa cahaya pada
dasarnya sama dengan gelombang bunyi. Perbedaanya terjadi pada frekuensi dan
panjang gelombang. Huygnes dianggap sebagai penemu gelombang cahaya. Lewat
teori ini, maka pemantulan dan pembiasan dapat dijelaskan secara mendetail,
serta teori gelombang ini dapat juga menjelaskan dengan baik peristiwa difraksi
cahaya dan interferensi cahaya. Tapi teori ini juga mempunyai kelemahan, yaitu
tidak dapt mejelaskan tentang perambtan cahaya berupa garis lurus.
Daftar Pustaka :
Kamajaya. 2007. Cerdas Belajar
Fisika. Bandung. Penerbit Grafindo Media
Pratama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar